SUC
semakin berkembang, komika bermunculan di seluruh pelosok Indonesia; yang lebih
muda, lucu, bertehnik, ganteng, absurd, bahkan yang sebenernya gak lucu tapi
menganggap dirinya lucu juga semakin banyak. Premis, setup serta punchline kini
tidak hanya lucu— tapi juga mengandung keunikan dan ciri khas. Setlist yang
rapih, teoritis dan bertehnik menjadi tujuan utama para komika pemula, yang
bahkan jam terbang openmic-nya masih rendah. Biar gue memulai dengan kalimat
berikut: "Fuck SKILL, just FEEL!"
Setelah bepergian dari kota ke kota, dan bertemu para kawan
komika, gue menemukan satu hal yang menarik. Beberapa komika cenderung
mengutamakan dalam penggunaan analogi, rule of three, act out, call back, serta
tehnik-tehnik lain dalam setlist-nya. Berfokus terhadap penggunaan tehnik, tapi melupakan satu hal penting: kelucuan.
Berikut adalah pertanyaan para komika yang sering dilontarkan
ke gue:
“Gimana sih caranya
pake Act-out?”
“Bang, gue ada rule of
three nih, menurut lo gimana?”
“Gimana sih cara pake
analogi, dan/atau call back?”
“Bang, boleh minta
follbek?”
“Kamu kok eksotis sih?”
“Keluarin dimana nih?”
(Abaikan pertanyaan ke 4, 5 dan 6)
Mungkin ada beberapa komika yang mengira bahwa dengan adanya
“jurus” makanya materinya bakalan lucu. Ini adalah sudut pandang yang keliru.
Karena menurut gue, “jurus” (seperti rule of three, call back, dsb) itu hanya
membuat materi lo menjadi lebih “berwarna”—lucu sih belom tentu, tapi yang
pasti berwarna.
Yang penting, IMHO, lo ngerti dulu di materi
yang mau lo bawain itu emang beneran lucu. Jangan menggunakan “jurus” untuk
menciptakan punchline, tapi gunakanlah “jurus” untuk mempercantik punchline lo.
Sekeren-kerennya “jurus” lo, tapi materinya gak lucu, ya berarti emang cuman
keren. Lucu sih engga, tapi keren i….ya menurut lo kalo comic gak lucu, keren
gak?!
Dan kebalikannya; kalo di setlist lo ga ada “jurus”, tapi materi lo emang bener-bener
lucu, ya pastinya akan mengundang ketawa dari penonton. Setidaknya juga akan
mengundang beberapa pertanyaan dari penonton, kalo beruntung ya pertanyaan 5
dan 6 (Oke, ini udah mulai menyimpang).
But then again, who cares about skills? Penonton akan tetap
ketawa kalo materi lo bagus kok, tanpa memperdulikan apakah setlist lo penuh
“jurus” atau tidak. “Jurus” emang pengaruh, tapi bukan urutan nomer satu dalam
setlist lo. Jangan memaksakan premis lo untuk matang dengan menggunakan “jurus”,
ketika lo sendiri juga sadar bahwa sebenarnya lo juga belom menemukan sesuatu yang
menggelitik dalam premis lo.
I believe that the reason why we’re doing stand up comedy, is not
to look cooler, but we do it because we love it. So fellows, stop trying so
hard to make your setlist cooler, then ends up regretting it. Menurut gue, stand
up comedy adalah sebuah kesenian—dan kesenian seharusnya dimainkan dengan hati.
Emang sih awalnya kita belajar dengan teori, tapi masa iya kita pake teori
terus dan melakukan hal yang kita cintai tanpa hati?
I’m not saying that you shouldn’t read books that taught you how to tell jokes..
I’m not saying that you shouldn’t use techniques in your
setlists..
I’m just saying, to fuck skill.. Just feel!
Terima jadi banyak kang~
BalasHapusSekarang si skill sudah terkulai lemis.. Habis dia, saya fuck.
Hha
Stand up Comedy is ARt. mantapp
BalasHapusThis is my soul !!
BalasHapusthanks bang, bermanfaat nih! kunjung balik ya kalo bisa bang-> kemalramadhana.blogspot.com hehehe...
BalasHapusBang, follback dong... #salah
BalasHapusBut, makasih bang ini bisa saya terapkan di dunia nulis juga. Hehe
wadadaw makasih terima :V
BalasHapus