Senin, 27 Oktober 2014

Fuck SKILL.. just FEEL!

SUC semakin berkembang, komika bermunculan di seluruh pelosok Indonesia; yang lebih muda, lucu, bertehnik, ganteng, absurd, bahkan yang sebenernya gak lucu tapi menganggap dirinya lucu juga semakin banyak. Premis, setup serta punchline kini tidak hanya lucu— tapi juga mengandung keunikan dan ciri khas. Setlist yang rapih, teoritis dan bertehnik menjadi tujuan utama para komika pemula, yang bahkan jam terbang openmic-nya masih rendah. Biar gue memulai dengan kalimat berikut: "Fuck SKILL, just FEEL!"

Setelah bepergian dari kota ke kota, dan bertemu para kawan komika, gue menemukan satu hal yang menarik. Beberapa komika cenderung mengutamakan dalam penggunaan analogi, rule of three, act out, call back, serta tehnik-tehnik lain dalam setlist-nya. Berfokus terhadap penggunaan tehnik, tapi melupakan satu hal penting: kelucuan.

Berikut adalah pertanyaan para komika yang sering dilontarkan ke gue:

“Gimana sih caranya pake Act-out?”
“Bang, gue ada rule of three nih, menurut lo gimana?”
“Gimana sih cara pake analogi, dan/atau call back?”
“Bang, boleh minta follbek?”
“Kamu kok eksotis sih?”
 “Keluarin dimana nih?”
(Abaikan pertanyaan ke 4, 5 dan 6)

Mungkin ada beberapa komika yang mengira bahwa dengan adanya “jurus” makanya materinya bakalan lucu. Ini adalah sudut pandang yang keliru. Karena menurut gue, “jurus” (seperti rule of three, call back, dsb) itu hanya membuat materi lo menjadi lebih “berwarna”—lucu sih belom tentu, tapi yang pasti berwarna.

Yang penting, IMHO, lo ngerti dulu di materi yang mau lo bawain itu emang beneran lucu. Jangan menggunakan “jurus” untuk menciptakan punchline, tapi gunakanlah “jurus” untuk mempercantik punchline lo. Sekeren-kerennya “jurus” lo, tapi materinya gak lucu, ya berarti emang cuman keren. Lucu sih engga, tapi keren i….ya menurut lo kalo comic gak lucu, keren gak?! 

Dan kebalikannya; kalo di setlist lo ga ada “jurus”, tapi materi lo emang bener-bener lucu, ya pastinya akan mengundang ketawa dari penonton. Setidaknya juga akan mengundang beberapa pertanyaan dari penonton, kalo beruntung ya pertanyaan 5 dan 6 (Oke, ini udah mulai menyimpang).

But then again, who cares about skills? Penonton akan tetap ketawa kalo materi lo bagus kok, tanpa memperdulikan apakah setlist lo penuh “jurus” atau tidak. “Jurus” emang pengaruh, tapi bukan urutan nomer satu dalam setlist lo. Jangan memaksakan premis lo untuk matang dengan menggunakan “jurus”, ketika lo sendiri juga sadar bahwa sebenarnya lo juga belom menemukan sesuatu yang menggelitik dalam premis lo.

I believe that the reason why we’re doing stand up comedy, is not to look cooler, but we do it because we love it. So fellows, stop trying so hard to make your setlist cooler, then ends up regretting it. Menurut gue, stand up comedy adalah sebuah kesenian—dan kesenian seharusnya dimainkan dengan hati. Emang sih awalnya kita belajar dengan teori, tapi masa iya kita pake teori terus dan melakukan hal yang kita cintai tanpa hati?

I’m not saying that you shouldn’t read books that taught you how to tell jokes..
I’m not saying that you shouldn’t use techniques in your setlists..

I’m just saying, to fuck skill.. Just feel!

6 komentar:

  1. Terima jadi banyak kang~
    Sekarang si skill sudah terkulai lemis.. Habis dia, saya fuck.
    Hha

    BalasHapus
  2. Stand up Comedy is ARt. mantapp

    BalasHapus
  3. thanks bang, bermanfaat nih! kunjung balik ya kalo bisa bang-> kemalramadhana.blogspot.com hehehe...

    BalasHapus
  4. Bang, follback dong... #salah
    But, makasih bang ini bisa saya terapkan di dunia nulis juga. Hehe

    BalasHapus